Tugas UTS Filsafat Smstr 1

Aliran-aliran Pemikiran Pada Masa Hellenisme

Epikurean dam Stoisism

Istilah Hellenisme merupakan istilah yang diambil dari bahasa Yunani kuno Hellenizein yang berarti berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani (speak or make greek). sepanjang periode Hellenisme adalah muatan ajaran mengenai bagaimana umat manusia dapat terlepas dari kematian. Tapi ajaran ini kadang bersifat rahasia, dan orang yang percaya akan hal ini mereka mengharapkan kehidupan yang kekal dan abadi.sedangkan pada masa Hellenisme ini untuk bidang filsafat semakin dekat pada keselamatan dan ketenangan, dimana filsafat harus mampu menghilangkan rasa pesimisme dan rasa takut akan kematian dalam kehidupan manusia. Sehingga penghalang antara filsafat dan agama semakin menipis. Sebanarnya tidak ada pemikiran baru pada masa hellenisme ini, hanya pokok pemikirannya bersumber dari pemikiran-pemikiran para filosof itu.

Aliran-aliran pemikiran pada masa Hellenisme

Epikurean

Istilah Epikurean diambil dari suatu nama Epicurasse, seorang nama filosof yunani. Epicurasse dilahir pada tahun 342-1 SM, tetapi soal tempat lahirnya ada perbedaan pendapat, ada yang mengatakan bahwa ia di Samos dan dipihak lain mengatakan ia lahir di Attica. Dan yang jelas Epicurasse menghabiskan masa remajanya di Samos, ia sudah belajar filsafat sejak usia empat belas tahun.  Ketika usianya delapan belas tahun ia pindah ke Athena, tetapi masyarakat pendatang di usir sehingga ia kembali ke Samos.

Epikurus adalah seorang filosof yang menentang keterlibatan Tuhan dalam pergerakan dan perubahan alam. Hal ini sesuai dengan keyakinannya bahwa setiap materi bersifat abadi, dimana didalam setiap materi itu terdapat sumber energinya masing-masing yang membuat mereka selalu bergerak. Epikurus juga terkenal karena ia mendukung paham hedonisme, dan sebagai komentator tentang teori atom.

Epikurus  mengikuti Demokritus dalam meyakini bahwa dunia terdiri dari atom-atom dan ruang hampa ; namun tidak seperti Demokritus yang meyakini bahwa atom-atom senantiasa dikendalikan sepenuhnya oleh hukum alam.  Dalam pandangannya atom-atom memiliki bobot, dan senantiasa bergerak jatuh; bukan menuju pusat bumi, namun jatuh dalam semacam pengertian absolut. Akan tetapi suatu atom, baik kini maupun nanti, digerakan oleh semacam gerak bebas, gerakannya sering agak melinceng dari jalurnya yang langsung kebawah, dan karenanya akan tabrakan dengan atom lainnya.

Selanjutnya, Akan terjadi pusaran-pusaran dan sebagainya yang disebabkan tabrakan itu dan berkembang dalam proses yang kebanyakan serupa dengan filsafat Demokritus.  Jiwa bersifat material, dan tersusun dari partikel-partikel seperti yang menyusun napas dan panas. (Epikurus memandang substansi napas dan angin berbeda dengan udara; napas dan angin bukan semata udara yang bergerak). Atom-atom jiwa menyebar keseluruh tubuh.

Selain itu, epikurus dianggap pencetus paham Hedonisme, dalam pandangannya tujuan orang belajar filsafat adalah mencapai kenikmatan. Jika orang berbuat baik, maka ia akan merasakan bahagia dan tenang. Sebaliknya, jika orang melakukan kejelekan, maka ia akan merasakan takut dan gelisah. Menurut epikurus, kebahagian jiwa akan bertambah apabila ia berkumpul dengan jiwa yang lain.

Inti pemikiran Epicurasse atau Epikurus adalah mengajarkan bahwa  kebahagian manusia merupakan tujuan utama. Sehingga ia mengatakan “ kenikmatan adalah awal dan akhir hidup yang bahagia”. Aku tidak tahu bagaimana caranya mengonsepsikan kebaikan, jika aku menghindari kenikmatan lidah, kenikmatan cinta, serta kenikmatan pendengaran dan pengelihatan. Permulaan dan akar semua kebaikan adalah kenikmatan perut; bahkan kebijaksanaan dan kebudayaan harus dikembalikan kepada hal ini.

Kenikmatan batin, menurutnya adalah kontemplasi atas kenikmatan-kenikmatan tubuh. Kelebihannya dari kenikmatan tubuh ialah bahwa kita bisa belajar untuk lebih banyak mengotemplasikan kenikmaan daripada penderitaan, dan karenannya kita bisa lebih mengendalikan kenikmatan mental daripada kenikmatan jasmani.

Sesuatu dapat dianggap bahagia bila itu terkait dengan kenikmatan. Karena segala macam keutamaan hanya akan mempunyai arti sejauh membawa orang pada rasa nikmat. Apa yang dimaksud rasa nikmat oleh Epikurus? Kenikmatan, baginya, diartikan sebagai keadaan negatif; yaitu tidak adanya rasa sakit dan kegelisahan hidup. Kenikmatan ini tentunya mencakup kenikmatan indrawi dan batin/ketenangan jiwa. Epukurus memberikan penekanan pada ketenangan jiwa, untuk mencapai ketenangan jiwa ia menganjurkan:

1)      Agar manusia menjauhkan diri dari kesibukan berhias karena kegiatan ini berisiko tinggi terhadap ketenangan jiwa. Berkumpul dengan sahabat-sahabat karib dan membina hubungan dengannya jauh lebih menguntungkan dan membantu kita mencapai ketenangan jiwa.

2)      Menahan diri dari kenikmatan-kenikmatan sementara yang bersifat indrawi dan lebih mementingkan kenikmatan yang lebih panjang.

Filsafat Epikurus, seperti semua pemikiran pada zamanya (Kecuali Skeptsisme), terutama dibangun untuk menjaga ketentraman batin. Ia mengangggap kenikmatan  sebagai yang baik, dan tetap memegang teguh dengan konsistensi yangl uar biasa terhadap segala konsekuensi sari pandangan ini.

Etika menurut Epikurus adalah hasil perimbangan gairah yang muncul dari kenikmatan dan penderitaan. Dan kebahagian manusia menurutnya adalah jika ia mendapatan kenikmatan lebih banyak daripada rasa sakit atau penderitaan. Yang dapat membuat manusia bahagia adalah tenang, apabila ia selalu tenang maka ia selamanya bahagia. Dan sebaliknya jika tidak ada ketenangan, maka manusia tidak akan merasakan kebahagian, yaitu hanya merasakan penderitaan.

Epikurus tidak sependapat dengan para Hedonis pendahulunya dalam membedakan antara kenikmatan aktif dan pasif, atau kenikmatan dinamis dan statis. Kenikmtan dinamis terdapat dalam tercapainya tujuan yang diinginkan, keinginan sebelumnya itu disertai penderitaan. Kenikmtana statis terdapat dalam keadaan ekuilibrium, yang tercapai dari adanya semacam keadaan yang diinginkan jika keadaan itu tidak terjadi.

Epikurus berpendapat  lebih bijaksana jika mengejar jenis kedua, sebab lebih murni, dan tidak tergantung pada adanya penderitaan sebagai perangsang munculnya keinginan. Epikurus tampaknya berharap untuk selalu berada dalam keadaan seperti orang baru saja menyelesaikan makan secara cukup saja, dan bukan seperti orang yang nafsu makannya sedang meluap-luap.

Menurut Epikurus , kenikmatan sosial yang paling aman adalah persahabatan, epikurus adalah orang yang beranggapan bahwa semua manusia, senantiasa hanya mengejar kenikmatannya sendiri, kadang dengan cara yang bijksana, kadang sebaliknya; ia senantisa tergiring oleh sifatnya sendiri yang baik hati dan wales asih menuju perilaku mulia yang berdasarkan teorinya sendiri.

Dan yang terpenting , hiduplah sedemikian rupa sehingga terhindar dari kecemasan. Berangkat dari untuk menghindari kecemasan itulah Epkurus terarahkan menuju filsafat teoretis. Ia berpendapat bahwa dua sumber utama kecemasana adalah agama dan rasa takut akan kematian, yang saling berkaitan, sebab agama mengajukan pandangan bahwa orang yang mati tak dapat kebahagian.

Kematian tidak menakutkan kita , kata epikurus dengan enteng. Sebab selama kita ada, kematian tidak bersama kita. Dan ketika ia datang, kita tidak ada lagi. Jika kalian berpikir seperti itu, tidak ada orang yang takut atau khawatir akan kematian. Epikurus meringkasa filsaft pembahasannya dengan apa yang dinamakan ramuan obat: “Dewa-dewa bukan untuk ditakuti. Kamatian tidak perlu dikhawatirkan. Kebaikan itu mudah dicapai. Ketakutan itu mudah ditanggungi”.

Dari sudut pandang yunani, tidak ada yang baru dalam upaya proyek-proyek filsafat jika dibandingkan dengan proyek-proyek ilmu pengobatan. Intinya adalah bahwa manusia harus membekali dirinya dengan “ kotak obat filosofi” yang memuat keempat unsur itu. Berkebalikan dengan kaum stoa, para pengikut Epikurus hanya menunjukan sedikit minat atau bahkan tidak berminat sama sekali pada politik dan masyarakat. Hidup dalam pengasingan, itulah yang dinasihatkan oleh Epikurus.

Meneladani Epikurus, banyak pengikutnya yang mengembangkan pemanjaan diri yang berlebihan. Moto mereka adalah “Hidup untuk saat ini”kata “Epikurus” digunakan dalam pengertian negatif belakangan ini  untuk menggambarkan seseorang yang hidup hanya demi kesenangan.

Karena itulah ia mengupayakan suatu metefisika yang mampu membuktikan bahwa para dewa tidak turut campur dalam urusan-urusan manusia, dan jiwa akan musnah bersama tubuh. Kebanyakan orang modern memandang agama sebagai pelipur, namun bagi Epikurus sebaliknya.

Epikurus tidak menaruh minat terhadap ilmu pengetahuan, ia menghargai semata-mata hanya karena ilmu pengetahuan bisa memberikan penjelasan naturalistis atas pelbagai penomena yang dalam kepercayaan takhayul dianggap bersumber dari tindakan para dewa. Jika terdapat beberapa penjelasan naturalitis yang mungkin, ia berpendapat tak perlu berusaha menentukan mana yang benar. Perubahan bentuk bulan, umpamanya pernah dijelaskan dengan beragam cara; yang manapun penjelasan itu, sejauh penjelasan itu tdak membawa para dewa, sama saja bagusnya, dan akan sia-sia saja mencoba menentukan manakah yang benar.

Tidak mengherankan jika kaum Epikurean bisa dibilang tak menyumbangkan apapun dalam bidang pengetahuan alam. Mereka mengabdi pada suatu tujuan yang berguna dalam protesnya untuk menentang meningkatnya kayakinan terhadap ilmu gaib dan astrologi. Mereka menghapal petuah-petuah Epikurus diluar kepala, dan tak menambahkan apapun terhadap ajaran itu selama berabad-abad sepanjang mazhab itu masih hidup.

Zaman Epikurus adalah zaman yang lesu, dan pemadaman gairah bisa tampil sebagai istirahat yang menyenangkan bagi jiwa yang penat. Bagi orang Romawi, sebaliknya, mereka dengan energi yang luar biasa berusaha untuk menyusun tatanan baru dari tengah kemelut, yang telah gagal dilakukan orang-orang Makedonia. Tetapi rasa was-was terhadap kematian telah mengakar sedemikian kuat didalam naluri sehingga  ajaran Epikurus, bagaimanpun juga tidak mampu memikat perhatian khalayak luas, ajarannya tetap merupakan keyakian dari kalangan terbatas.

 

Stoisisme

Salah satu aliran filsafat yang menonjol pada masa Hellenisme ialah Stoisisme yang didirikan oleh Zeno. Nama Stoisisme diambil dari kata Stoa yang dalam bahasa yunani yang berarti serambi bertiang, tempat dimana zeno mengajarkan filsafatnya. Kendati lahir sezaman dengan Epikureanisme, Stoisisme memiliki sejarah lebih panjang dan doktrinnnya lebih banyak perubahan. Ajaran pendirinya, Zeno pada awal abad ke-3 SM, jauh berbeda dengan ajaran Marcus Aurielius pada paruh terakhir abad ke-2 M. Zeno seorang materialis yang doktrin-doktrinnya, terutama adalah kombinasi antara Sinisme dan Filsafat Hiraklitus; namun berangsur-angsur setelah bercampur dengan platonisme, kaum stoa pun meninggalkan materialisme, hingga pada akhirnya tinggal sedikit saja jejaknya yang tersisa.

Stoisisme kurang bercorak Yunani jika dibandingkan semua aliran filsafat . kaum Stoa awal kebanyakan adalah bangsa Syria, dan kaum Stoa belakangan kebanyakan adalah orang Romawi. Kaum Stoa lebih belakangan yang mengikuti pandangan Plato bahwa jiwa bersifat imaterial;  kaum Stoa yang  awal sependapat dengan Hiraklitus dalam memandang bahwa jiwa tersusun dari api material

Aliran Stoisisme ini berpandangan bahwa kebaikan adalah kebahagian. Dan manusia dapat mencapainnya dengan jalan keutamaan. Adapun keutamaan itu sendiri merupakan buah dari kehendak yang disandarkan epada akal. Oleh karena itu, pekerjaan orang gila tidak ada nilainya walaupun pekerjaannya benar. Termasuk keutamaan, adalah sabar dalam menghadapi kesulitan untuk mencapai kebaikan dan memperjuangkannya.

Zeno percaya bahwa tak ada sesuatu yang disebut kebetulan, dan bahwa jalannya alam sudah ditetapkan secara ketat oleh hukum-hukum alam. Dalam keyakinannya, keteraturan dunia yang menakjubkan ini bukanlah suatu kebetulan belaka melainkan sesuai dengan rencana bijaksana dari Tuhan. Pada mulanya hanya ada api; kemudian unsur-unsur lain- udara , air, tanah, secara berurutan munculnya. Namun cepat atau lambat akan terjadilah kebakaran kosmis, dan seluruhnya akan kembali menjadi api. Peristiwa ini menurut kaum Stoa, bukanlah penyempurnaan akhir, seperti hari kiamat dalam doktrin kristiani, namun hanyalah kesimpulan dari suatu siklus; seluruh proses itu akan berulang lagi selamanya. Segala sesuatu yang terjadi sudah pernah terjadi sebelumnya, dan akan terjadi lagi, bukan hanya sekali, melainkan berulang kali tanpa kesudahan.

Terdapat sikap dingin tertentu yang menyertai konsepsi Stoa tentang keutamaan. Bukan hanya nafsu-nafsu buruk yang dikecam, namun semua nafsu. Seorang yang bijaksana tidak akan merasakan simpati: ketika istri atau anak-anaknya meninggal , ia menganggap kejadian ini bukanlah kendala bagi keutamaannya sendiri, dan karenanya tak perlu terlampau berduka.

Persahabatan yang dijunjung tinggi oleh Epikurus, pun dinilai baik, namun kehendaknya tidak dilakukan sampai ke atas dimana nasib sial sahabat bisa menghancurkan ketenangan batin yang suci. Seorang Stoa tidaklah bersikap utama dengan maksud berbuat kebaikan, namun berbuat kebaikan untuk menjadi utama. Tidak mungkin baginya mencintai tetangganya sebagaiman ia mencintai dirinya sendiri, cinta kecuali dalam pengertian yang semu, tidak terdapat dalam konsepsinya mengenai keutamaan.

Seperti Heraclitus, kaum Stoa percaya bahwa setiap orang adalah bagian dari satu akal atau logos yang sama. Mereka beranggapan bahwa setiap orang adalah seperti sebuah dunia maniatur atau mikrokosmos yang merupakan cerminan makrokosmos. Ini mendorong pada pemikiran bahwa ada suatu kebenaran universal, yang dinamakan hukum alam. Dan karena hukum alam ini didasarkan pada akal manusia yang abadi dan universal, ia tidak berubah sejalan dengan berlalunya waktu dan berpindahnya tempat. Jadi, dalam hal ini aliran Stoa berpihak kepada socrates yang bertentangan dengan kaum Sophis.

Hukum alam mengatur seluruh manusia. Kaum Stoa menganggap ketentuan undang-undang dari berbagai negara hanyalah tiruan tidak sempurna dari hukumyang tertanam dalam alam itu sendiri. Sebagaimana kaum Stoa menghapuskan perbedaan antara individu dan alam raya, merekapun menyangkal adanya pertentangan antara “ruh”dan “materi”. Hanya ada satu alam, mereka menegaskan. Gagasan semacam ini disebut monisme.

Kaum Stoa benar-benar kosmopolitan, dalam pengertian bahwa mereka lebih mudah menerima kebudayaan kontemporer dibanding dengan kaum sinisme. Mereka memberi perhatian pada persahabatan manusia. Kaum Stoa, lebih lanjut menekankan bahwa semua proses alam, seperti penyakit dan kematian, mengikuti hukum alam yang tak pernah lekang. Oleh karena itu, manusia harus belajar menerima takdirnya. Tidak ada sesuatu yang terjadi dengan kebetulan. Segala sesuatu terjadi karea ada penyebabnya. Maka tidak ada gunanya mengeluh jika takdir telah datang mengetuk pintu. Mereka berpendapat bahwa manusia juga  harus menerima peristiwa-peristiwa yang membahagiakan dalam hidup tanpa gelisah. Dalam hal ini, mereka menyatakan semua kejadian lahiriah itu tidak penting.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Gaarder Jostein, Dunia Sophie, Mizan Pustaka, ujungberung Bandung, (2008)

Russel  Betrand, Sejarah Filsafat Barat, Pustaka Pelajar, Pustaka Pelajar, Yogyakarta (2005).

Dr. Asy-Syarafa Ismail, Ensiklopedi Filsafat, Khalifa, Jakarta Timur, (2005)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tentang Mahasiswa

 

 

 

Armawan Ar-Rhaflizh, lahir di Bengkulu, 10 February 1992. Anak ketiga dari lima bersaudara ini, mengeyam pendidikan dari SD 01 Lungkang Kule(2005), SMP 01 Lungkang Kule (2008), dan MAN 2 Kota Bengkulu (2011). Sekarang sedang menempuh pendidikan S1 Fakultas Ushuluddin Sekolah Tinggi Filsafat Islam SADRA Jakarta.

 

 

Tinggalkan komentar